PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Al-Quran sebagai wahyu yang diturunkan secara berangsur-angsur, maka
upaya memahami keadaan yang sebenarnya menyangkut peristiwa yang meliputi ayat
al-Quran ketika diturunkan kepada Nabi SAW adalah penting dan tidak boleh
diabaikan dalam mengungkap isi
kandungannya.
Kajian nuzulul Qur’an dan asbabun nuzul mampu mengantarkan seorang mufassir
pada pemahaman yang benar dengan memahamai kandungan teks dan keadaan yang
menyertai peristiwa yang terjadi ketika Al-Quran diturunkan.
PEMBAHASAN
1. Pengertian Nuzulul Qur’an
Muhammad Abdul Azhim
Al-Zarqani mentakwilkan kata nuzul dengan kata i’lam (seperti yang dikutip oleh
Rif’at Syauqi Nawawi dan M. Ali Hasan). alasannya; pertama,mentakwilkan kata
nuzul dengan i’lam berarti kembali pada apa yang telah diketahui dan dipahami
dari yang diacunya, kedua, yang dimaksud dengan adanya Al-Quran di Lauh
al-mahfuzh, Baitul ’Izzah dan dalam hati Nabi SAW. juga berartibahwa Al-Quran
telah di-i’lam-kan oleh Allah pada masing-masing tempat tersebut sebagai
petunjuk bagi manusia untuk mencapai kebenaran, ketiga, mentakwilkan kata nuzul
dengan i’lam hanyalah tertuju pada Al-Quran semata dengan semua segi dan
aspeknya.
jauh berbeda
dengan kitab-kitab wahyu lainnya. Sehingga karena alasan perbedaan
tersebut, sikap
meragukan sumber munculnya teks wajar ketika dipertanyakan oleh
orang-orang
kafir. Dalam Al-Quran Allah mengabadikan pertanyaan mereka;
وَقَالَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا
لَوْلَا نُزِّلَ عَلَيْهِ الْقُرْاٰنُ جُمْلَةً وَّاحِدَةً ۛ كَذٰلِكَ ۛ
لِنُثَبِّتَ بِهٖ فُؤَادَكَ وَرَتَّلْنٰهُ تَرْتِيْلًا
Terjemahan
Dan orang-orang kafir
berkata, “Mengapa Al-Qur'an itu tidak diturunkan kepadanya sekaligus?”
Demikianlah, agar Kami memperteguh hatimu (Muhammad) dengannya dan Kami
membacakannya secara tartil (berangsur-angsur, perlahan dan benar).{Qs.
Al-Furqan : 32}
1.) Pendapat Ibnu Abbas
dan sejumlah ulama, bahwa yang dimaksud dengan turunnya Al-Quran ialah turunnya
Al-Quran secara sekaligus ke Baitul ’Izzah di langit dunia untuk menunjukkan
kepada para malaikatnya bahwa betapa besar masalah ini, selanjutnya Al-Quran
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. secara bertahap selama dua puluh tiga
tahun sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang mengiringinya sejak beliau diutus
sampai wafatnya. Pendapat ini didasarkan pada riwayat-riwayat dari Ibnu Abbas.
Antara lain:
Al-Quran diturunkan
sekaligus ke langit dunia pada lailah al-qadr. Kemudian
setelah itu, ia
diturunkan selama dua puluh tahun”7 “Al-Quran itu dipisahkan dari al-zikr, lalu
diletakkan di Baitul ’Izzah di langit dunia. Maka Jibril mulai menurunkannya
kepada Nabi SAW.”8 “Al-Quran diturunkan pada lailah al-qadr pada bulan Ramadhan
ke langit dunia sekaligus, lalu ia diturunkan secara berangsur-angsur.”9
2.) Pendapat yang
disandarkan pada al-Sya’bi10 bahwa permulaan turunnya Al-Quran dimulai pada
lailah al-qadr di bulan Ramadhan, malam yang diberkahi. Sesudah itu turun
secara bertahap sesuai dengan peristiwa yang mengiringinya selama kurang lebih
dua puluh tiga tahun. Dengan demikian, Al-Quran hanya memiliki satu macam cara
turun, yaitu turun secara bertahap kepada Rasulullah SAW., sebab yang demikian
inilah yang dinyatakan oleh Al-Quran.
“Dan Al-Qur'an (Kami
turunkan) berangsur-angsur agar engkau (Muhammad) membacakannya kepada manusia
perlahan-lahan dan Kami menurunkannya secara bertahap”.{Qs. Al-Isra’ : 106}
وَقَالَ
الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْلَا نُزِّلَ عَلَيْهِ الْقُرْآنُ جُمْلَةً وَاحِدَةً
كَذَلِكَ لِنُثَبِّتَ بِهِ فُؤَادَكَ وَرَتَّلْنَاهُ تَرْتِيلًا(32)
وَلَا يَأْتُونَكَ بِمَثَلٍ إِلَّا جِئْنَاكَبِالْحَقِّ وَأَحْسَنَ تَفْسِيرًا(33)
“Berkatalah orang-orang
yang kafir: "Mengapa Al Quran itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun
saja?"; demikianlah supaya kami perkuat hatimu dengannya dan kami
membacanya secara tartil (teratur dan benar). Tidaklah orang-orang kafir itu
datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan kami datangkan
kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya.” (QS. Al-Furqan:
32-33)
Di samping dua pendapat mayoritas di atas,
terdapat lagi pandangan-pandangan yang lain, yaitu:
3.) Pendapat yang
menyebutkan bahwa Al-Quran diturunkan ke langit dunia pada dua puluh malam
kemuliaan (lailah al-qadr), yang setiap malam kemuliaan tersebut ada yang
ditentukan oleh Allah untuk diturunkan setiap tahunnya, dan jumlah untuk satu
tahun penuh itu kemudian diturunkan secara berangsur-angsur kepada Rasulullah
SAW.
4.) Ada juga sebagian
ulama yang berpandangan bahwa Al-Quran turun pertama-tama secara
berangsur-angsur ke Lauh al-mahfuz, kemudian diturunkan secara sekaligus ke
Bait al-‘Izzah. Dan setelah itu, turun sedikit demi sedikit.13 Pendapat yang menetapkan tiga tahap proses
penurunan Al-Quran di atas, mulai dari penetapannya di Lauh al-mahfuz, kemudian
menuju langit dunia di Bait al-‘Izzah, kemudian ditetapkan dalam hati
Rasululllah SAW. dapat kita lihat perbedaannya dalam tabel perbandingan berikut
:
No. |
Turun ke lauh mahfuzh |
Turun ke Ba’it AL-‘Izza |
Turun ke Nabi Muhammad SAW. melalui malaikat jibril |
Keterangan |
1. |
Sekaligus |
Sekaligus |
Berangsur-angsur |
Pendapat nomor 1 ini paling masyhur dan banyak di
perpegangi oleh para ulama |
2. |
Sekaligus |
Tiap tahun pada malam qadar |
Sekaligus |
|
3. |
Berangsur-angsur |
Sekaligus |
Berangsur-angsur |
|
x
Perbedaan di atas terjadi karena yang satu menyandarkannya pada ketegasan yang disebutkan Al-Quran dan menolak menggunakan riwayat atau hendak menghindari sikap kritis terhadap riwayat-riwayat lama, sedang yang lain di samping menyandarkannya pada Al-Quran, mereka juga menyandarkan pendapatnya dengan merujuk pada riwayat yang memenuhi standar kesahihan.
3. Hikmah di turunkannya Al-Qur’an secara berangsur-angsur
Terdapat dua bentuk keperluan yang dibutuhkan oleh Rasulullah SAW. akan turunnya Al-Quran secara berngsur-angsur, yaitu; Pertama, untuk memantapkan dan memperteguh hati beliau, karena setiap peristiwa yang beliau alami selalu disusul dengan turunnya Al-Quran. Kedua, agar Al-Quran mudah dihafal.
Menurut Muhammad Baqir Hakim, terdapat beberapa tanda bukti kebesaran Al-Quran yang dapat kita ketahui melalui proses turunnya secara bertahap, yaitu: Pertama, Selama perjalanan dakwah Rasulullah SAW. selama dua puluh tahun lebih lamanya telah terjadi perubahan-perubahan yang mendasar melalui proses yang cukup berat dan cobaan yang sangat dahsyat. Bagi manusia biasa akan sangat kewalahan dan tidak akan mampu menjalaninya. Akan tetapi Al-Quran dapat mengiringi perjalanan dakwah beliau SAW. Baik dalam keadaan lemah maupun kuat, sulit maupun dalam keadaan lapang, dan dalam masa-masa memperoleh kekalahan maupun kemenangan.
Kedua, Al-Quran diturunkan secara bertahap kepada Rasulullah SAW. memberikan semangat dan membantu Rasulullah SAW. secara batiniah bagi keberlanjutan proses dakwah Rasulullah SAW. Allah berfirman:
وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْلَا نُزِّلَ عَلَيْهِ الْقُرْآنُ جُمْلَةً وَاحِدَةً كَذَلِكَ لِنُثَبِّتَ بِهِ فُؤَادَكَ وَرَتَّلْنَاهُ تَرْتِيلًا(32)
Ketiga, Risalah Islam mengalami berbagai keraguan, tuduhan-tuduhan, kondisi politik yang tidak menentu dan cobaan lainnya yang berasal dari kaum musyrik. Untuk menghadapi semua itu, Rasulullah SAW. memerluakan bantuan dari Al-Quran. Dan bantuan tidak akan maksimal bila Al-Quran tidak diturunkan secara berangsur-angsur, karena pada waktu itu kondisi memerlukan proses yang harus melewati tahapan-tahapan tertentu secara terus-menerus dan berkelanjutan.
وَلَا يَأْتُونَكَ بِمَثَلٍ إِلَّا جِئْنَاكَبِالْحَقِّ وَأَحْسَنَ تَفْسِيرًا(33)
Manna’ al-Qaththan dalam kitab Mabahits fi ‘Ulum al-Qur’an-nya juga memberikan beberapa kesimpulan tentang hikmah turunnya Al-Quran secara berangsur-angsur, yaitu:
1.) Untuk meneguhkan hati Rasulullah SAW. dalam menghadapi kaum yang memiliki watak dan sikap yang begitu keras.
2.) Tantangan dan mukjizat. Kaum musyrikin sering mengajukan pertanyaan-pertanyaan dengan maksud melemahkan dan menantang untuk menguji kenabian Rasulullah SAW., mengajukan hal-hal batil dan tidak masuk akal, seperti masalah hari kiamat. Maka turunlah Al-Quran untuk menjelaskan kepada mereka suatu kebenaran dan jawaban yang amat tegas atas pertanyaan mereka itu.
3.) Untuk memudahkan hafalan dan pemahaman, sebab Al-Quran turun di tengah-tengah ummat yang ummi, yang tidak pandai membaca dan menulis. Dan yang menjadi catatan mereka adalah hafalan dan daya ingatnya.
4.) Relevan dengan peristiwa, pentahapan dan penetapan hukum. Manusia tidak akan mudah mengikuti dan tunduk kepada agama yang baru ini, jika Al-Quran tidak memberikan strategi yang jitu dalam merekonstruksi kerusakan dan kerendahan martabat mereka.
5.) Karena proses turunnya yang berangsur-angsur, maka orang pun mengkajinya sedikit demi sedikit. Ketika itu, mereka mendapati rangkaiannya yang tersusun cermat sekali dengan makna yang saling bertaut, dengan redaksi yang begitu teliti, ayat demi ayat, surat demi surat yang terjalin saling bertautan bagaikan rangkaian mutiara yang indah dan belum pernah ada bandingannya.
6.) Mempunyai faedah dalam pendidikan dan pengajaran. Proses turunnya yang secara berangsur-angsur dan bertahap merupakan bantuan yang paling baik bagi jiwa manusia dalam upaya menghafal Al-Quran, memahami, mempelajari, memikirkan makna-maknanya dan mengamalkan kandungannya.
PENUTUP
Istilah nuzulul Qur’an (turunnya Al-Quran) tidaklah dapat kita pahami maknanya secara harfiah, yaitu menurunkan sesuatu dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah, sebab Al-Quran tidaklah berbentuk fisik atau materi. Tetapi pengertian nuzulul Qur’an yang dimaksud adalah pengertian majazi, yaitu penyampaian informasi (wahyu) kepada Nabi Muhammad SAW. dari alam gaib ke alam nyata melalui perantara malakikat Jibril AS.
Ada sebagian ulama berpendapat bahwa Al-Qur’an di turunkan dalam dua cara, yaitu secara lengkap di malam lailatul Qadar dari Lauh Mahfuzh ke langit dunia. Lalu diturunkan ke Nabi Muhammad saw secara bertahap. Sejarah turunnya Al-Qur’an dibagi menjadi dua periode, yaitu periode mekkah (sebelum hjrahnya Nabi Muhammad saw 17 ramadhan) dan Madinah (setelah hijrah).
Hikmah turunnya Al-Qur’an secara berangsur-angsur ialah untuk memantapkan dan memperteguh hati Rasulullah saw., karena setiap peristiwa yang beliau alami selalu disusul dengan turunnya Al-Quran. Kedua, agar Al-Quran mudah dihafal.
Abu Zaid, Nasr Hamid, Mafhum al-Nash Dirasah fi ‘Ulum al-Qur’an. Diterjemahkan oleh Khoiron Nahdliyyin dengan judul, Tekstualitas Al-Quran; Kritik Terhadap Ulumul Quran, Cet. II; Yogyakarta: LKiS, 2002.
Baqir Hakim, Ayatullah Muhammad, ‘Ulum al-Qur’an Diterjemahkan oleh Nashirul Haq dkk. dengan judul, Ulumul Quran, Cet. I; Jakarta: AL-HUDA, 2006.
Dahlan, Abdul Aziz, dkk. (ed.), Ensiklopedi Hukum Islam I, Cet. I; Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996.
Ichwan, Mohammad Nor, Memahami Bahasa Al-Qur’an; Refleksi atas Persoalan Linguistik, Cet. I; Semarang: Pustaka Pelajar 2002.
Al-Manshur, Muhammad ibn Mukram al-Afriqy al-Mishry, Lisan al-‘Arab, Juz 11, Beirut: Dar al-Nashr, t.th. Munawwir, Ahmad Warson, Al-Munawwir; Kamus Arab-Indonesia, Cet. 14; Surabaya: Pustaka Progressif, 1997.
Nawawi, Rif’at Syauqi, dan M. Ali Hasan, Pengantar Ilmu Tafsir, Cet. II; Jakarta: PT Bulan Bintang, 1992.
Qardhawi, Yusuf, Kaifa nata’mal ma’a al-Qur’an. Diterjemahkan oleh Kathur Suhardi dengan judul, Bagaimana Berinteraksi dengan Al-Quran, Cet. IV; Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2006.
al-Qaththan, Mannna’, Mabahits fi ‘Ulum al-Qur’an. Diterjemahkan oleh H. Aunur Rafiq el-Mazni dengan judul, Pengantar Studi Ilmu Al-Quran, Cet. I; Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006.
Sayyid Abu Zaid, Jibr ‘Az al-Rijal, Jawahir al-Bayan fi ‘Ulum al-Qur’an, Cet. I; : Universitas Al-Azhar, 2002.
Shahab, Husain, “Mengenal Asbabun nuzul” dalam Sukardi KD. (ed.), Belajar Mudah Ulumul Quran; Studi Khazanah Ilmu Quran, Cet. I; Jakarta: Lentera, 2002.
Shaleh, Shubhi, Mabahits fi ‘Ulum al-Qur’an. Diterjemahkan oleh Tim Pustaka
Firdaus dengan judul, Membahas Ilmu-Ilmu Al-Quran, Cet.IX; Jakarta: Pustaka Firdaus, 2004.
Shihab, M. Quraish, Wawasan Al-Quran; Tafsir Maudhu’i atas belbagai persoalan ummat, Cet. XVI; Bandung: Mizan, 2005.
Al-Suyuthi, Jalaluddin Abd Rahman, Al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an, Juz I, Cet. III; Daral-Fikr, 1951 M.
Thabathaba’i, Sayyid Muhammad Husain, Al-Qur’an fi al-Islam. Diterjemahkan oleh Idrus Alkaf dengan judul, Memahami Esensi Al-Quran, Cet. I; Jakarta: Lentera: 2003.
Al-Wahidy, Imam Abu al-Hasan Ali bin Ahmad al-Naisabury, Asbabun nuzul Al-Quran, Cet. I; Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1991 M.
0 Komentar