DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR……………………………………………………………
DAFTAR
ISI……………………………………………………………………...
BAB 1:
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang……………………………………………………………..
1.2
Rumusan
Masalah………………………………………………………….
1.3
Tujuan ……………………………………………………………………...
BAB II :
PEMBAHASAN
A.
Sumber –
sumber hukum islam yang di sepakati
1.
Al-qur’an…………………………………………………………….
2.
As-sunnah……………………………………………………………
3.
Ijma’…………………………………………………………………
4.
Qiyas………………………………………………………………...
B.
Sumber
hukum islam yang kurang di sepakati
1.
Istihsan………………………………………………………………
2.
Al-maslahah…………………………………………………………
3.
Al-istishab…………………………………………………………...
4.
Al-‘urf……………………………………………………………….
5.
Qaul
shahabi…………………………………………………………
6.
Syar’u
man qablana………………………………………………….
7.
Al-Dzari`ah:
Sadd al-Dzari`ah dan Fath al-Dzari`ah………………..
C.
Istinbat …………………………………………………………………….
D.
Ijtihad………………………………………………………………………
BAB III:
PENUTUP................................................................................................
Kesimpulan............................................................................................................................
DAFTAR
PUSTAKA..............................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Sumber
hukum dalam agama Islam yang paling utama dan pokok dalam menetapkan hukum dan
memecah masalah dalam mencari suatu jawaban adalah al- Qur’an dan al-Hadis.
Sebagai sumber paling utama dalam Islam, alQur`an merupakan sumber pokok dalam
berbagai hukum Islam. Al-Qur’an sebagai sumber hukum isinya merupakan susunan
hukum yang sudah lengkap. Selain itu juga al-Qur`an memberikan tuntunan bagi
manusia mengenai apa-apa yang seharusnya ia perbuat dan ia tinggalkan dalam
kehidupan kesehariannya. Sedangkan al-Hadis merupakan sumber hukum yang kedua
setelah al-Qur’an. Disamping sebagai sumber ajaran Islam yang secara langsung
terkait dengan keharusan mentaati Rasulullah Saw, juga karena fungsinya sebagai
penjelas (bayan) bagi ungkapan-ungkapan al-Qur’an mujmal, mutlak, amm dan
sebagainya.
Al-Qur’an
merupakan hidayah Allah yang melengkapi segala aspek kehidupan manusia. Sumber
paling utama dalam Islam adalah al-Qur’an, yang merupakan sumber pokok bagi
aqidah, ibadah, etika, dan hukum. al-Qur’an merupakan sumber primer karena
tidak lepas dari apa yang dikandung oleh alQur’an itu sendiri. Di dalam
al-Qur’an sendiri di jelaskan segala sesuatu yang berkenaan dengan segala
kebutuhan manusia demi kelangsungan hidupnya. Meskipun al-Qur’an itu bukanlah
ilmu pengetahuan dan bukan pula ilmu filsafat.8 Tetapi didalamnya terkandung
pembicaraan-pembicaraan yang penuh isyarat untuk ilmu pengetahuan dan ilmu
kefilsafatan. Sejak pertama kali di turunkan, alQur’an telah merubah arah dan
paradigma bangsa Arab dan manusia pada umumnya. Berbagai sisi kehidupan manusia
mengalami pergeseran arah yang lebih baik dengan hadirnya al-Qur’an. Hal ini
merupakan salah satu pengaruh ajaran dan ilmu pengetahuan yang terkandung dalam
alQur’an. Sementara itu, ada yang mengatakan bahwa semua ilmu dan pengetahuan
yang ada di dunia dan akhirat sudah terangkum semua di dalam al- Qur’an.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
kedudukan Al-Qur’an sebagai sumber hokum islam
2. Bagaimana kedudukan hadits sebagai
sumber hukum islam
C.
Tujuan
Penulis
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah
sebagai sarana
pembelajaran
untuk lebihmemahami sumber-sumber hukum islam. Melalui makalah ini diharapkan
dapat menjadi penambah wawasan agar lebih mengetahui apa saja sumber hukum
islam itu. Selain itu penulisan makalah
ini ditujukan pula untuk memenuhi tugas mata kuliah kajian islam.
BAB 11
PEMBAHASAN
A.
Pengertian sumber-sumber hukum islam
Menurut
Kamus Umum Bahasa Indonesia sumber adalah asal sesuatu. Pada hakekatnya yang dimaksud dengan sumber hukum adalah tempat
kita dapat menemukan atau menggali
hukumnya. Sumber hukum Islam adalah asal (tempat pengambilan) hukum Islam. Sumber hukum Islam disebut juga dengan
istilah dalil hukum Islam atau pokok hukum Islam atau dasar hukum Islam.
Kata
„sumber‟ dalam hukum fiqh adalah terjemah dari lafadz صد
م - صادر
م , lafadz tersebut terdapat dalam sebagian
literatur kontemporer atau
lengkapnya “ al-adillah syar’iyyah-al
islāmiyyah” . Sedangkan
dalam literatur klasik,
biasanya
yang digunakan adalah kata dalil atau adillāh syar’iyyāh, dan tidak
pernah kata “ mashadir al-ahkām al-syar’iyyah”.
Mereka
yang menggunakan kata māshādir sebagai
ganti al-adillah beranggapan bahwa kedua kata tersebut memiliki
arti yang sama.
B.
Sumber-sumber hukum dalam islam yang
disepakati para ulama
1. Alquran
Kata
Al-Quran dalam kamus bahasa Arab berasal dari kata Qara'a artinya membaca. Bentuk mashdarnya artinya bacaan dan apa yang tertulis padanya. Sepert tertuang dalam ayat Al-Qur'an: Secara istilah Al-Qur'an
adalah Kalamullah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad, tertulis dalam mushhaf berbahasa Arab, yang sampai kepada kita dengan jalan mutawatir, bila membacanya mengandung nilai ibadah, dimulai dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri
dengan surat An-Nas. Al-Qur'an adalah (Kalamullah) yang diturunkan kepada Rasulullah tertulis
dalam mushhaf, ditukil
dari Rasulullah secara mutawatir dengan tidak diragukan. Adapun hukum-hukum yang terkandung dalam Al-Qur'an, meliputi
a.
Hukum-hukum I'tiqadiyyah, yaitu hukum yang berhubungan dengan keimanan kepada Allah swt, kepada Malaikat,
kepada Kitab-kitab, para Rasul
Allah dan kepada hari akhirat.
b.
Hukum-hukum Khuluqiyyah, yaitu hukum yang berhubungan dengan manusia wajib
berakhlak yang baik dan
menjauhi prilaku yang buruk
c.
Hukum-hukum
Amaliyah, yaitu hukum yang berhubungan dengan perbuatan manusia. Hukum
amaliyah ini ada dua; mengenai Ibadah dan mengenai muamalah dalam arti yang luas. Hukum dalam
Alqur'an yang berkaitan dengan bidang ibadah dan bidang. al-Ahwal
al-Syakhsyiyah/ihwal perorangan
atau keluarga, disebut lebih terperinci dibanding dengan bidang- bidang hukum yang lainnya.
2.
Sunnah
Sunnah secara kamus berarti
'cara yang dibiasakan' atau cara yang terpuji.
Sunnah lebih umum disebut hadits yang mempunyai beberapa arti: dekat, baru, berita.
Dari arti-arti di atas maka yang sesuai untuk pembahasan ini adalah hadits dalam
arti khabar, seperti dalam firman Allah Secara kamus menurut ulama ushul fiqh adalah semua yang
bersumber dari Nabi saw, selain Al-Qur'an baik
berupa perkataan, perbuatan atau persetujuan. Adapun hubungan Al-Sunnah dengan Al-Qur'an dilihat dari sisi materi
hukum yang terkandung di dalamnya sebagai
berikut :
a.
Muaqqid yaitu menguatkan hukum suatu peristiwa yang telah
ditetapkan Al- Qur'an dikuatkan
dan dipertegas lagi oleh Al-Sunnah, misalnya tentang Shalat,
zakat terdapat dalam Al-Qur'an
dan dikuatkan oleh Al-sunnah.
b.
Bayan yaitu al-Sunnah
menjelaskan terhadap ayat-ayat
Al-Qur,an yang belum jelas,
dalam hal ini ada empat hal :
·
Memberikan perincian terhadap ayat-ayat Al-Qur'an yang masih
mujmal, misalnya perintah
shalat dalam Al-Qur'an
yang mujmal, diperjelas dengan Sunnah demikian
juga tentang zakat, haji dan
shaum.
·
Membatasi kemutlakan misalnya : alquram memerintahkan untuk
berwasiat dengan tidak di bartasi berapa jumlahnya kemudian asunnah
membatasinya
·
Mentakhshishkan keumuman, Misalnya:
Al-Qur‟an mengharamkan tentang
bangkai, darah dan daging babi, kemudian Al-Sunnah
mengkhususkan dengan memberikan pengecualian kepada bangkai ikan laut, belalang,
hati dan limpa.
·
Menciptakan hukum baru. Rasulullah melarang untuk binatang
buas dan yang bertaring kuat, dan
burung yang berkuku kuat, dimana hal ini tidak disebutkan dalam Al-Qur'an
3.
Ijmak
Ijma menurut
bahasa dan istilah
dijelaskan dalam arti bahasa yang mempunyai
dua arti, yang pertama adalah berusaha bertekad terhadap sesuatu. Sedangkan
kedua artinya kesepakatan.
ijma sebagai
urutan sumber hukum selanjutnya, merupakan salah satu dalil syara yang memiliki tingkat kekuatan
argumentatif setingkat di bawah dalil-dalil nash (Al-Qur‟an dan Hadits). Ia merupakan dalil pertama setelah Al-Qur‟an dan Hadits, yang dapat
dijadikan pedoman dalam menggali hukum-hukum
syara
Ijma`
dari segi bentuknya dibedakan menjadi dua; yaitu:
1.
Ijma`
sharih (umala mujtahid yang terlibat menyatakan menerima pendapat yang
disepakati)
2.
Ijma`
sukuti; yaitu suatu pendapat tentang hukum syara’ yang disampaikan oleh salah
seorang mujtahid dan tidak ada mujtahid yang sezaman dengannya yang
mengingkarinya.
Di
samping itu, diakui pula ijma` dari segi periode, yaitu ijma` shahabat; dan
diakui pula ijma` berdasarkan lokus: ijma` ulama Madinah, dan ijma` ulama Kufah
(Irak)
4.
Qiyas
Al-qiyas
secara bahasa berarti mempersamakan (al-taswiyyah). Sedangkan arti al-qiyas
secara istilah sebagai dijelaskan Ibn Hajib adalah mempersamakan sesuatu yang
belum ada ketentuan hukumnya (al-far`) dengan sesuatu yang sudah ada ketentuan
hukumnya dalam nashsh (al-Qur’an dan sunnah) karena adanya kesamaan `illat
hukumnya.
Rukun
qiyas
1.
Furu’ =
perkara baru yang tidak ada hukumnya dalam alquran dan hadis
2.
Ashal =
perkara yang ada hukumnya dalam alquran
3.
Hukum
ashal = status hukum yang terdapat pada ashal
4.
Illah =
adanya persamaan motif
C.
Sumber hukum islam yang kurang disepakati
para ulama
1.
Al-istihsan
secara bahasa berarti memandang baik terhadap
sesuatu (`add al-syai` hasan[an]); sesuatu yang dipandang baik oleh mujtahid
beradasrkan nalarnya (ma yastahsinuhu al-mujtahid bi `aqlih); mengambil yang
lebih mudah karena kesulitan merealisasikan yang ideal (akhdz al-yusr li
al-`ushr);
Dalil
al-istihsan adalah QS al-A`raf (7): 145; dan hadits Nabi Saw, yang artinya:
“apa yang baik menurut umat Islam, baik pula menurut Allah.” Di antara ulama
berpendapat bahwa istihsan dapat dibedakan menjadi tujuh; yaitu:
- Istihsan
bin nash
- Istihsan
bil ijmak
- Istihsan
bil qias jali
- Istihsan
bil maslahah
- Istihsan
bil dharurah
- Istihsan
bil urf
2.
Al-
Mashlahah
Al-Mashlalah
secara bahasa berarti manfaat (al-manfa`ah); arti mashlahah secara istilah
dijelaskan dalam dua dimensi; yaitu almanfa`ah dan mafsadah (kerusakan); arti
mashlahah secara termenologis dalam pandangan al-Ghazali adalah mengambil
manfaat dan menolak kerusakan (jalb al-manfa`ah wa dar’ u almafasid) dalam
memelihara tujuan-tujuan syara`. Dalam kajian akademik, al-mashlahah (manfa`ah)
terkadang dihadaphadapkan dengan al-dharurah.
3.
Al-istishhab
Al-istishhab
berasal dari kata al-shuhbah (bersahabat); artinya secara bahasa adalah meminta
bersahabat, membandingkan sesuatu dan mendekatkannya. Al-istishhab dibedakan
menjadi lima; yaitu:
·
Al-istishhab
hukm al-ibahah al-ashliyyah; hukum atas sesuatu yang bermanfaat manusia prinsip
dasarnya boleh (ibahah); sebelum ada dalil lain yang menunjukkan keadaan yang
sebaliknya (misalnya hutan menjadi milik bersama sebelum terbukti ada
pemiliknya [al-iqtha` dan Ihya’ al-mawat]).
·
Istishhab
yang menurut akal dan syara` hukumnya tetap dan berlangsung terus; washf
al-tsabit li al-hukm hatta yatsbuta khilafuhu; penguasaan atas barang
menunjukkan penguasanya sebagai pemiliknya, sebelum ada bukti lain yang
menunjukkan bahwa barang tersebut bukan miliknya. Ragam al- Istishhab
·
Al-istishhab
`ala al-dalalat al-`amm qabl wurud al-khash; menggunakan dalil yang bersifat
umum sebelum ada dalilnya yang mengatur secara khusus.
·
Al-istishhab
`ala al-ra’ y qabl wurud al-nash; istishhab seperti ini berhubungan dengan
keterbatasan kemampuan manusia dalam menguasai dhawabith dan hudud syariah.
·
Al-istishhab
berdasarkan ijma` yang dipserselihkan; misalnya seseorang shalat melalui tayamum
karena ketiadaan air; dan mendapatkan air sebelum shalatnya berakhir, menurut
ulama Malikiah dan Syafi`iah, yang bersangkutan tidak perlu membatalkan
shalatnya; sedangkan menurut ulama Hanafiah dan Hanabilah, yang bersangkutan
harus berwudhu (membatalkan salatnya yang melalui tayamum) untuk melakukan
shalat.
4.
Al-`Ur
Al-`urf
seakar dengan kata al-ma`rifah (pengetahuan [dikenal atau terkenal]) dan
al-ma`ruf (kebaikan). Al-`urf berhubungan dengan adat (al-`adah). Adat adalah
sesuatu yang dilakukan secara berulang-ulang tanpa adanya hubungan rasional;
sedangkan yang dimaksud dengan al-`urf adalah kebiasaan mayoritas suatu
masyarakat baik dalam bentuk ucapan maupun perbuatan
Ragam al-
`Ur
·
`Urf
Qauli dan`Urf `Amali
·
`Urf `Amm
dan `Urf Khash
·
`Urf Shahih
dan `Urf Fasid
5.
Qaul
Shahabi
Shahabat
adalah orang-orang yang bertemu dan beriman kepada Nabi Muhammad SAW serta
hidup bersamanya dalam waktu yang cukup lama.
Qaul secara bahasa berarti ucapan dalam bentuk kalimat (alkalam). Arti
qaul shabahat secara istilah adalah pendapat atau madzhab shahabat tentang
suatu hukum yang kemudian dinukil oleh ulama sesudahnya.
Ulama
ushul terbagi dua dalam menyikapi qaul shahabat sebagai dalil hukum:
·
Imam
Malik dan Ahmad Ibn Hanbal berpendapat bahwa qaul shahabat dapat dijadikan
hujjah hukum; terlebih ijma` shahabat atau pendapat shahabat yang tidak ada
yang mengingkarinya, dapat dijadikan hujjah (alasan hukum).
·
Ulama
Syafi`iah, Jumhur Asy`ariyyah, Mu`tazilah dan Syi`ah berpendapat bawa pendapat
shahabat tidak dapat dijadikan hujjah dalam menetapkan hukum
6.
Syar` Man
Qablana
Syar` Man
Qablana adalah hukum-hukum yang berlaku bagi suatu masyarakat sebelum Islam.
Apakah hukum-hukum tersebut berlaku juga bagi umat Islam..?
Pendapat
ulama Apakah Rasulullah Saw sebelum diutus menjadi Rasul terikat dengan
hukum-hukum syari`at sebelum Islam sebagai berikut:
·
Ulama
Malikiah berpendapat bahwa Rasul sebelum ditetapkan sebagai Rasul tidak terikat
dengan syari`at sebelum Islam; karena tidak ditemukan dalil yang menegaskan
bahwa Rasul terikat dengan syari`at sebelum Islam.
·
Ulama
Hanafiah, Hanabilah, Ibn al-Hajib (Malikiah), alBaidhawi (Syafi`iyah)
berpendapat bahwa Rasul sebelum ditetapkan sebagai Rasul terikat dengan
syari`at sebelum Islam; karena Rasul banyak melakukan perbuatan hukum baik
dalam domain ibadah (thawaf, umrah, dan mengagungkan Ka`bah) maupun muamalah
seperti menyembelih hewan.
7.
Al-Dzari`ah:
Sadd al-Dzari`ah dan Fath al-Dzari`a
Al-dzari`ah
secara bahasa berarti media (al-wasilah) dan jalan (al-thariq). o Al-dzari`ah
secara istilah berarti suatu media atau jalan menuju kepada sesuatu (baik yang
dibolehkan maupun yang dilarang)
Al-dzari`ah
dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
Ø
Sadd
al-dzari`ah (prepentif); yaitu suatu media atau jalan dilarang dilakukan karena
media tersebut berfungsi sebagai penghubung terhadap tercapainya perbuatan yang
dilarang dan mengandung kemudharatan.
Ø
Fath
al-dzari`ah; yaitu suatu media atau jalan diperintajkan untuk dilakukan karena
media tersebut berfungsi sebagai penghubung terhadap tercapainya perbuatan yang
perintahkan dan mengandung kemmanfaatan
D.
Istinbath
Istinbath
hukum (istinbath al-ahkam) merupakan terminologi yang digunakan untuk
menunjukkan ikhtiar yang dilakukan ulama dalam rangka memahami dan mengkaji
dalil hukum (al-Qur’an dan al- sunnah) untuk mencapai kesimpulan hukum
tertentu.
·
Syarat-Syarat Istinbath
:
a.
Memiliki ilmu pengetahuan yang luas tentang ayat-ayat al-Qur‟an
yang berhubungan dengan masalah hukum.
b.
Memiliki pengetahuan yang luas tentang
hadist-hadist Nabi yang berhubungan dengan masalah hukum.
c.
Menguasai seluruh
masalah yang hukumnya
telah ditunjukkan oleh Ijma‟ agar dalam menentukan hukum sesuatu tidak bertentangan dengan
Ijma‟.
d.
Memiliki
pengetahuan yang luas tentang qiyas, dan dapat
mempergunakannya untuk istinbath hukum.
E.
Ijtihad
Secara
kamus bahasa arab ijtihad berasal dari kata jahada yang artinya bersunggung-sungguh atau mencurahkan segala daya dalam berusaha. Secara terminologis, ulama ushul mendefinisikan ijtihad sebagai mencurahkan kesanggupan dalam mengeluarkan hukum syara‟ yang bersifat ‘amaliyah dari dalil-dalilnya yang terperinci baik dalam Al-Quran
maupun Sunnah. Dalam hubungannya dalam hukum, ijtihad adalah usaha atau ikhtiar
yang sungguh- sungguh dengan menggunakan segenap
kemampuan yang ada, yang dilakukan oleh
orang (ahli hukum) yang memenuhi syarat untuk merumuskan garis hukum yang belum jelas atau tidak ada
ketentuannya di dalam Al Qur‟an dan Sunnkah Rasulullah.
Fungsi
Ijtihad
Urgensi upaya ijtihad sendiri
dapat dilihat dari fungsi ijtihad
itu sendiri yangterbagi menjadi tiga jenis,
yaitu :
Ø
Fungsi al-rūju’ atau āl-i’adah (kembali), yakni mengembalikan ajaran islam kepada sumber pokok, yakni al-quran
dan sunnah shalihah dari segala interprestasi yang dimungkinkan kurang
relavan.
Ø
Fungsi al-Ihya‟(Kehidupan), yaitu menghidupkan
kembali bagian- bagian dari nilai dan
semngat ajaran islam agar mampu menjawab dan
menghadapi tantangan zaman, sehingga islam mampu sebagai furqon, hudan,
dan rahmatan lil‟alamin.
Ø
Fungsi āl-Inabah (Pembenahan), yaitu membenahi
ajaran-ajaran islam yang telah di ijtihadi
oleh ulama terdahulu dan dimungkinkan adanya kesalahan menurut konteks zaman, keadaan,
dan tempat yang kini kita hadapi.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dalam
konteks hukum Islam, sumber-sumber hukum memiliki peran sentral dalam membentuk
kerangka normatif yang mengatur kehidupan umat Muslim. Al-Qur'an, sebagai wahyu
Kalamullah kepada Nabi Muhammad, menjadi sumber utama yang memberikan landasan
hukum bagi berbagai aspek kehidupan. Ayat-ayat Al-Qur'an mencakup hukum
I'tiqadiyyah (keimanan), hukum Khuluqiyyah (akhlak), dan hukum Amaliyah
(perbuatan manusia). Sumber hukum Islam juga melibatkan Sunnah, yang mencakup
hadits Nabi sebagai panduan tambahan. Sunnah tidak hanya menguatkan hukum yang
telah ada, tetapi juga menjelaskan ayat-ayat Al-Qur'an yang masih mujmal (tidak
jelas) serta menciptakan hukum baru.
Meskipun
terdapat kesepakatan luas di antara para ulama terkait Al-Qur'an dan Sunnah
sebagai sumber utama, ada pula sumber-sumber hukum yang kurang disepakati.
Misalnya, Al-Istihsan, pandangan baik terhadap suatu hal, dan Al-Mashlahah,
pertimbangan manfaat dan kerusakan, menghadapi perbedaan pendapat. Begitu juga
dengan Al-Istishhab, yang melibatkan adat dan kebiasaan, menjadi sumber yang
kontroversial. Selain itu, peran Istinbath dan Ijtihad menunjukkan pentingnya
interpretasi dan penafsiran ulama dalam menghadapi perubahan zaman. Proses ini
mencakup penggunaan pengetahuan yang luas tentang Al-Qur'an, hadits, qiyas, dan
penggunaan akal untuk merumuskan hukum-hukum yang belum jelas. Kesimpulannya,
kompleksitas dalam memahami sumber-sumber hukum Islam menunjukkan kekayaan dan
fleksibilitasnya, sekaligus menyoroti tantangan interpretatif yang dihadapi
para ulama dalam menjaga keadilan dan keseimbangan dalam kerangka hukum Islam.
DAFTAR
PUSTAKA
Dr. Rohidin, S.H, M.Ag.. BUKU
AJAR PENGANTAR HUKUM ISLAM Dari Semenanjung Arabia hingga Indonesia. 2016.
Yongyakarta: Lintang Rasi Aksara Books
Maulana Muhammad Ali.
Islamologi Panduan Lengkap Memahami Sumber Ajaran Islam, Rukun Iman, Hukum
& Syariat Islam. 2016. Jakarta pusa:Darul Kutubil Islamiyah
Barzah Latupono, La Ode Angga. Buku Ajar Hukum Islam. 2020. Yogyakarta: deepublish
Fenny Bintarawati, Sri Iin Hartini, Musthafa. Hukum Islam Untuk Perguruan Tinggi. 2022. Padang: Get Press
Amir Syarifuddin. Garis-Garis Besar Ushul Fiqh. 2014. Jakarta: Kencana.
0 Komentar