Ad Code

Responsive Advertisement

Mengomsumsi Kecubung


        Kecubung merupakan salah satu jenis buah yang digunakan untuk keperluan medis. Buah ini juga sering digunakan dalam praktik-praktik budaya tertentu. Buah ini berbentuk bulat seperti kantung atau kapsul dan memiliki duri duri kecil yang menjulur keluar. Buah ini terekadang diolah untuk dijadikan obat obatan tradisional. Akan tetapi Apabila dikonsumsi secara langsung, maka dapat menimbulkan sifat mudharat bagi pengonsumsi, seperti mabuk, rasa gembira sesaat dan hasusinasi berkepanjangan (sampai tiga hari), dan beberapa efek lainnya.

Seperti contohnya kejadian tiga bulan lalu (Juli 2023) di salah satu kota daerah banten, Yang mana ditemukan dua remaja yang mabuk dikarenakan mengonsumsi uah kecubung ini. Mereka muntah-muntah dan juga berhalusinasi layaknya seperti orang gila. Dan juga masyarakat sekitarpun merasa resah akan hal itu, sehingga dua remaja ini pun di amankan oleh petugas keamanan. Tindakan remaja ini juga bahkan membuat petugas kesulitan saat akan dimintai keterangan. Kedua remaja ini masih berhalusinasi karena terpengaruh zat skopolamin yang berasal dari buah kecubung yang mereka makan.[1]

Jika dilihat dari segi hukum untuk mengonsumsi kecubung dari sekilas penjelasan diatas, maka pengonsumsian kecubung secara sengaja dapat dikategorikan kedalam hukum haram. Hukum ini dapat diqiyaskan kepada hukum menkonsumsi khamar. Karna jika dilihat dari illat-nya sama-sama memabukkan pengonsumsi.

Tentunya dalam menetapkan sebuah hukum berdasarkan qiyas harus memenuhi rukun dan juga syarat-syaratnya. Berikut adalah tinjauan melalui rukun dan syarat qiyas;

1)    Ashlun (khamar), hukum pokok yang diambil persamaan atau sesuatu yang ada nash  hukumnya. Khamar memiliki syarat ashlun yang lengkap, karena Hukum yang hendak dipindahkan kepada cabang masih ada pada khamar dan hukum yang ada pada khamar merupakan hukum Syara' bukan hukum akal.

2)    Far'un (Kecubung), hukum cabang yang dipersamakan tidak ada nash hukumnya. Kecubung memiliki syarat far’un yang lengkap, karena Hukum far’un tidak lebih dulu adanya daripada hukum Ashal dan illat yang terdapat pada hukum cabang sama dengan 'Illat yang terdapat pada pokok.

3)    Illat, adanya sifat yang menjadi dasar persamaan antara hukum memakan kecubung dengan hukum meminum khamar.

4)    Hukum, sesuatu yang memabukkan dan dapat merusak akal hukumnya haram.

Dilihat dari segi positifnya kecubung dapat dijadikan obat-obatan (dapat digunakan pada saat darurat) apabila diolah terlebih dahulu. Jika dilihat dari segi kekuatan illat yang terdapat pada furu’, qiyas ini dapat digolongkan kedalam jenis Qiyas Adna. Digolongkan kedalam jenis qiyas ini dikarenakan 'illat yang ada pada far'u (kecubung) lebih rendah bobotnya dibandingkan dengan illat yang ada pada ashal (Khamar).

Jika seandainya ada beberapa oknum atau kelompok yang mengingkari hukum memakan buah ini, misalnya mereka mengatakan buah ini boleh dimakan secara langsung ataupun sengaja karna bisa jadi obat, seperti obat bius tradisional dan sebagainnya. Jika kita teliti lagi, saat buah kecubung ini akan dijadikan bahan obat, maka buah ini harus diolah terlebih dahulu dan dicampur denagn bahan bahan yang sesuai dengan jenis obat yang dibutuhkan, sehingga efek samping dari kecubung ini-pun juga hilang. Akan tetapi jika kecubung ini dimakan langsung dengan sengaja maka tetap saja menimbulkan mudharat yang besar bagi pengomsumsinya Selain itu, dikutip dari web https://bandaacehkota.bnn.go.id/ mengatakan bahwa Ustadz Abdul Samad pernah menjawab pertanyaan netizen mengenai hal ini melalui video yang diunggah pada channel Youtube Ustadz Abdul Somad Official. Ustadz Abdul Somad menyampaikan;

“Maka setiap yang memabukkan itu hukumnya haram,” kata Ustadz Abdul Somad.“Ganja, sabu-sabu, putau, hipnol, kecubung, setiap yang memabukkan haram,” tegasnya[2]. Jadi bisa kita simpulkan hukum memakan kecubung secara sengaja bukan untuk keperluan medis tetap saja haram.


(ini hanya hasil analisis berdasarkan ilmu yang sudah saya pelajari. jika ingin mencari hukum yang detail, silahkan bertanya ang lebih ahli)

Posting Komentar

0 Komentar